Suli Da'im dihadapan Kader Muhammadiyah. |
Kenyataan yang terjadi adalah munculnya gerakan-gerakan Islam deng-an paham yang berbeda dengan Muhammadiyah, telah menimbulkan terjadinya sedikit ‘perpecahan’ dalam internal Persyarikatan. Maka ditempuhlah melalui berbagai usaha untuk menjaga eksistensi organisasi dari pengeroposan paham dari dalam dan luar sesuai dengan prinsip gerakan Muhammadiyah.
Menyadari hal itu maka Majelis Pendidikan Kader (MPK) Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Ponorogo tergerak hati untuk berupaya semaksimal mungkin menguatkan jatidiri para kader Muhammadiyah di Ponorogo agar mempunyai komitmen yang kuat pada cita-cita dan perjuangan Persyarikatan. Untuk itu MPK PDM Ponorogo mengadakan pendidikan dan latihan perkaderan tentang Ideopolitor atau Ideologi, Politik dan Organisasi yang dilaksanakan di Aula SMA Muhipo, beberapa waktu lalu.
Kegiatan dilaksanakan dengan menampilkan beberapa narasumber, yaitu Suli Da’im, S.Pd.,MM (Wakil Ketua Komisi E DPRD Jatim dari Frkasi PAN) dan Yusuf Harsono (Dosen Unmuh Ponorogo). Materi yang disampaikan adalah membedah secara lebih dalam dan mantap tentang ideologi Muhammadiyah. Sedangkan tema yang diambil adalah transformasi gerakan Muhammadiyah dalam dinamika ideology organisasi dan politik kotemporer.
Pada kesempatan tersebut Suli menjelaskan bahwa masalah Kebangsaan khususnya di Indonesia semakin komplek, mulai dari pendidikan yang jauh dari karakter bangsa, politik yang termakan hedonisme dan pragmatism para elit dan tokohnya, serta masalah kemiskinan dan tindak kriminal yang kian hari jumlahnya kian bertambah.
“Apa yang seharusnya Muhammadiyah lakukan? Paling tidak kita sebagai warga Persyarikatan Muhammadiyah mampu mengawal dan ikut andil dalam memberikan solusi konkrit sehingga bangsa ini jauh dari kebobrokan,” terang pria kelahiran Lamongan ini.
Dia juga memaparkan solusi bahwa saat ini dibutuhkan inovasi-inovasi baru yang lahir dari kreatifitas kader-kader Muhammadiyah, Khususnya lagi Pimpinan, sehingga gerakan tajdid terus disuarakan dan terus menghasilkan pembaharuan-pembaharuan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Selain itu ia juga berharap kepada seluruh kader Muhammadiyah yang ada di Kota Reyog untuk selalu kompak kapan dan dimana saja. “Kata kunci kebesaran sebuah persyarikatan adalah kompak agar semuanya bisa berhasil dan sukses,” pintanya.
Sementara itu Yusuf Harsono menyampaikan pandangannya terkait dinamika politik lokal Ponorogo yang ternyata hingga kini belum pernah ada kader Muhammadiyah yang bisa menembus kursi tertinggi sebagai Bupati atau Wabup. “Dengan jumlah simpatisan sebanyak enam puluh enam ribu pemilih Amin Rais dalam Pilpres 1999 silam dengan karakter yang sangat egaliter dan independen maka sulit bagi Muhammadiyah untuk menempatkan orang-orang terbaiknya dalam kursi Bupati atau wabup sekalipun di Kabupaten Ponorogo,” papar Yusuf.
Oleh karenanya ia berharap ada perencanaan yang luar biasa dan hati-hati serta kerja keras agar ada kader (Muhammadiyah) bisa menempati posisi teratas di Ponorogo. Menurutnya Muhammadiyah butuh kader yang ditokohkan oleh masyarakat dan bisa diterima kembali oleh masyarakat Ponorogo secara luas. “Karena masyarakat Ponorogo sangat kompleks,” tukasnya. (cholis)
Tag :
Religi